Rabu, 22 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Pasien Sirosis Hepatis

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN SIROSIS HEPATIS


A. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan, regenerasi sel-sel hati, sehjngga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer, dkk, 1999: 5O8).Sedangkan menurut Price, dkk (1995: 448) mendefinisikan Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsiktektur hati yang normal oleh lembar- lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Pendapat senada dikemukakan oleh Noer, dkk (1996: 271) bahwa Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukkan jaringan ikat disertai nodul. Pembentukkan jaringan ikat saja seperti pada payah jantung, obstruksi saluran empedu, juga pembentukkan nodul saja seperti pada sindroma felty dan transformasi nodular parsial bukanlah suatu Sirosis hati.
B. Penyebab / Faktor Predisposisi
Banyak faktor yang menyebabkan Sirosis hepatis, menurut Lewis, dkk (2000: 1203) dalam bukunya yang berjudul medical surgical nursing dan Price, dkk (1995: 446) dalam buku patofisiologi mengemukakan beberapa faktor pendukung terjadinya penyakit ini, diantaranya:
1. Alkohol/ Sirosis leannec.
Alkohol merupakan 50 % penyebab dari Sirosis hati. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara gradual didalam sel-sel hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya gangguan metabolik termasuk pembentukkan trigliserida secara berlebihan, pemakaiannya berkurang dalam pembentukkan lipoprotein, dan penurunan oksidasi asam lemak. Individu yang mengkonsumsi alkohol secara berlebihan tidak makan secara layak dan gagal mengkonsumsi protein dalam jumlah cukup untuk menghasilkan faktor-faktor lipoprotein yang digunakan untuk transport lemak dan menekan aktivitas dari dehidrogenase alkohol yaitu enzim utama dalam metabolisme alkohol, sedangkan alkohol sendiri dapat menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati.
2. Sirosis postnekrotik
Merupakan akibat akhir dari penyakit hepatitis virus B dan C yang kronis (25 %). Presentase kecil kasus dikarenakan oleh bahan kimia industri, racun, obat-obatan seperti fosfat, kloroform, dan karbon tetraklorida atau jamur beracun.
3. Sirosis biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai dari sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola Sirosis biliaris. Penyebab Sirosis biliaris yang paling umum adalah obstruksi biliaris posthepatik. Statis empedu menyebabkan penumpukkan empedu didalam massa hati dengan kerusakan sel-sel hati, terbentuk lembar-lembar fibrosa ditepi lobulus, hati membesar, keras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan primer, timbul pruritus, malabsorbsi dan steatorrea.
4. Cardsiac cirrhsosis
Gagal jantung kanan yang berat, cor pulmonale, perikarditis konstriktif dan insufissiensi trikuspidalis dapat menyebabkan Sirosis hepatik dalam jangka waktu yang panjang. Akhirnya terjadi Sirosis hati.
Penyebab Sirosis hati lain yang dikemukakan oleh Hadi, S (1995: 612) dalam buku gastroenterologi adalah:
1. Malnutrisi
Kekurangan nutrisi terutama protein hewani dapat menyebabkan Sirosis hepatis. Protein hewani yang memegang peranan penting ialah kholin dan methionin, demikian pula kekurangan vitamin B komplek, tocoferol, cystine dan alfa 1-antitripsin dapat terjadi Sirosis hati.
2. Penyakit metabolik
Termasuk didalamnya yaitu penyakit wilson dan hemokromatosis. Penyakit wilson ditandai dengan degenerasi basal ganglia otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan (kayser fleisher ring). Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dari seruloplasmin. Hemokromatosis merupakan kelainan peningkatan absorbsi dari Fe, yang dapat menimbulkan Sirosis hati.
3. Penyebab yang tidak diketahui. Sirosis kriptogenik
Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis, alkoholisme. Sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein.
C. Pathways dan Masalah Keperawatan
D. Fokus Pengkajian
Data dasar pengkajian menurut Doenges (1999: 544-545) adalah:
1. Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat gagal jantung kongestif kronis, perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker.
Tanda : Disritmia, bunyi jantung ekstra (S3, S4), distensi vena abdomen.
3. Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan/ tidak adanya bising usus, faeces warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
4. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tidak dapat mencerna, mual, muntah.
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan (cairan), penggunaan jaringan, edema umum, kulit kering, turgor buruk, ikterik, angioma spider, napas berbau/ fetor hsepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensoris
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/ tidak jelas, asterik (encephalophati hepatic).
6. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritis perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
7. Pernapasan
Gejala : Dispnea.
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas (asites), hipoksia.
8. Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada Sirosis alkoholik), ekimosis, ikterik, petekie, anggioma spider/ teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atropi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis).
10. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat penggunaan alkhohol, riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan pada toksin, trauma hati, perdarahan GI atas, episode perdarahan varices esofageal, penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.
Pemeriksaan diagnostik.
1. Bilirubun serum : Meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan hati untuk meng-konjugasi, atau obstruksi bilier.
2. SGOT, SGPT, dan LDH : Meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.
3. Albumin serum : Menurun karena penekanan sintesis.
4. Globulin (IgA dan Ig G) : Peningkatan sintesis
5. Darah lengkap : Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan, leukemia mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme.
6. Fibrinogen : Menurun.
7. Blood Ureum Nitrogen : Meningkat menunjukkan kerusakan darah/ protein.
8. Amonia serum : Meningkat karena ketidakmampuan untuk berubah amoniak menjadi urea.
9. Glukosa serum : Hipoklikemi diduga mengganggu glikogenesis.
10. Urobilinogen fekal : Menurunkan ekskresi
Urobilinogen urine : ada/ tidak ada bertindak sebagai petunjuk untuk membedakan penyakit hati, penyakit hemolitik, dan obstruksi bilier
11. HbSAg : Dapat positf (tipe B)
E. Fokus Intervensi
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (SIADH, penurunan protein plasma, malnutrisi): kelebihan natrium/ masukan cairan (Doenges, 1999 : 548).
Kemungkinan dibuktikan oleh : edema anasarka, peningkatan berat badan, pemasukan melebihi pengeluaran, oliguria, perubahan tekanan darah, reflek hepatojugular positif, gangguan elektrolit.
a. Tujuan dan kriteria evaluasi:
Menunjukkan volume cairan stabil, dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal dan tak ada edema.
b. Intervensi:
1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif timbang berat badan tiap hari.
2) Awasi tekanan darah, catat JVD (Jugularis Vena Destensi)
3) Auskultasi paru, catat penurunan, bunyi napas tambahan.
4) Auskultasi bunyi jantung, catat terjadinya irama gallop
5) Kaji edema dependen, ukur lingkar abdomen.
6) Dorong tirah baring bila ada asites
7) Awasi seri foto dada.
8) Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi.
9) Berikan obat sesuai indikasi (diuretik, kalium).
2. Risiko tinggi terhadap pola napas tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen (asites); penurunan ekspansi paru; akumulasi sekret (Doenges, 1999 : 551)
a. Tujuan dan kriteria
Mempertahankan pola pernapasan efektif; bebas dispnea dan sianosis dengan nilai gas darah arteri (GDA) dan kapasitas vital dalam rentang normal.
b. Intervensi
1) Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan.
2) Asuskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi, ronchi.
3) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, posisi miring.
4) Ubah posisi dengan sering; dorong napas dalam, latihan batuk
5) Awasi suhu, catat adanya menggigil.
6) Awasi seri GDA, foto dada.
7) Beri tambahan O2 sesuai indikasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan diet tidak adekuat; ketidakmampuan untuk memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mudah kenyang (asites; kerusakan metabolisme protein, lemak, glukosa dan kerusakan penyimpanan vitamin (A, D, E, K, C) (Doenges, 1999 : 546 dan Carpenito, 1997 : 446).
Kemungkinan dibuktikan oleh penurunan berat badan, perubahan bunyi dan fungsi usus, tonus otot buruk, ketidakseimbangan dalam pemeriksaan nutrisi.
a. Tujuan dan kriteria
Menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal, tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.
b. Intervensi
1) Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
2) Timbang berat badan, bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep.
3) Bantu dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alasan tipe diet.
4) Berikan makan sedikit tapi sering.
5) Batasi masukan kafein, makanan penghasil gas atau berbumbu dan terlalu panas atau terlalu dingin.
6) Batasi makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.
7) Awasi pemeriksaan laboratorium (albumin, amonia, glukosa).
8) Konsul dengan ahli diet untuk memberikan diet tinggi kalori, karbohidrat sederhana, rendah lemak, dan tinggi protein sedang, batasi natrium dan cairan bila perlu.
9) Berikan obat sesuai indikasi (antirematik, tambahan vitamin, enzim pencernaan).
4. Intolerans aktivitas yang berhubungan dengan gangguan metabolisme nutrien sekunder terhadap disfungsi hepar (Mija Kim, dkk, 1995 : 26) kemungkinan dibuktikan dengan : kelemahan, kelelahan, letargi, penurunan massa otot/ tonus.
a. Tujuan dan kriteria
Melaporkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tadna-tanda vital dalam batas normal selama aktivitas, kelemahan berkurang, tonus/ massa otot meningkat.
b. Intervasi:
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
3) Jelaskan pentingnya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
4) Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan, berikan kemajuan peningkatan selama masa penyembuhan.
5. Risiko tinggi terhadap cedera/ hemoragi yang berhubungan dengan profil darah abnormal : gangguan faktor pembekuan (penurunan produksi protombin, fribinogen, dan faktor VIII, IX dan X : gangguan absorbsi vitamin K; dan pengeluaran tromboplastin); hipertensi portal (Doenges: 1999 – 552).
a. Tujuan dan kriteria
Mempertahankan homeostatis dengan tanpa pendarahan. Menunjukan perilaku penurunan risiko pendarahan.
b. Intervensi
1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala pendarahan gastrointestinal.
2) Observasi adanya petekie, ekimosis.
3) Awasi nadi tekanan darah.
4) Dorong menggunakan sikat gigi, hindari mengejang saat defekasi.
5) Gunakan jarum kecil untuk infeksi, tekan lebih lam pada bagian bekas suntikan.
6) Awasi Hb/ Ht dan fakator pembekuan.
7) Berikan obat sesuai indikasi (pelunak feses, vitamin, tambahan, lavage gaster)
6. Risiko tinggi terhadap perubahan proses pikir yang berhubungan dengan perubahan fisiologis : peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk detoksikasi enzim atau obat tertentu (Doenges, 1999: 553).
a. Tujuan dan kriteria
Mempertahankan tingkat mental atau orientasi, menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk mencegah atau meminimalkan perubahan mental

b. Intervensi
1) Observasi perubahan perilaku dan mental (letargi, bingung, peka, rangsang, cenderung tidur, bicara lambat atau tidak jelas).
2) Catat terjadinya asterik, fetor hepatikum, aktivitas kejang.
3) Orientasikan kembali pada waktu, tempat, orang sesuai kebutuhan.
4) Berikan kenyamanan, lingkungan tenang dan pendekatan lambat.
5) Pasang pengaman temapt tidur dan beri bantalan bila perlu. Berikan pengawasan ketat.
6) Kurangi rangsangan provokatif, bertentangan, hindari aktivitas memaksa.
7) Awasi pemeriksaan laboratorium (amonia, BUN, elektrolit).
8) Bebaskan atau batasi diet protein, berikan tambahan glukosa.
7. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi atau status metabolik; akumulasi garam empedu pada kulit; turgor kulit buruk; penonjolan tulang; adanya edema, asites (Doenges, 1999: 550)
a. Tujuan dan kriteria
Mempertahankan integritas kulit, mengidentifikasi faktor risiko dan menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
b. Intervensi
1) Lihat permukaan kulit atau titik tekanan secara rutin. Pijat penonjolan tulang atau area yang tertekan.gunakan lotiosn minyak batasi penggunaan sabun untuk mandi.
2) Ubah posisi pada jadwal teratur, bantu dengan latihan rentang gerak aktif atau pasif.
3) Tingginkan ekstremitas bawah.
4) Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.
5) Gunting kuku jari hingga pendek.
6) Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan defekasi.
7) Berikan losion kalamin.
8. Risiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan hilangnya fungsi sel-sel kupffer dalam menyerang infeksi (Hudak, dkk, 1996: 398).
a. Tujuan dan kriteria
Klien tidak akan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi, sel darah putih akan tetap dalam batas normal.
b. Intervensi
1) Pertahankan teknik aseptik ketika melakukan prosedur.
2) Pertahankan ssterilisasi jalur invasif dan selang.
3) Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
4) Ganti jalur invasif setiap 72 jam.
5) Pantau suhu tubuh, jumlah SDP dan hasil sinar X dada.
6) Periksa kultur semua drainase yang mencurigakan.
7) Berikan antibiotik sesuai pesanan.
9. Gangguan harga diri atau citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan biofisika atau gangguan penampilan fisik; prognosis yang meragukan; pribadi rentan; perilaku merusak diri (Doenges, 1999: 555).
Kemungkinan dibuktikan oleh : pernyataan perubahan pola hidup, takut penolakan, perasaan negatif tentang diri, perasaan tak berdaya, tidak ada harapan dan tak kuat.
a. Tujuan dan kriteria
Menyatakan pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada, mengidentifikasi perasaan dan metode koping terhadap persepsi diri negatif.
b. Intervensi
1) Diskusikan situasi atau dorong pernyataan takut atau masalah.
2) Berikan perawatan dengan positif, perilaku bersahabat.
3) Dorong keluarga atau orang terdekat untuk berpartispasi dalam perawatan.
4) Bantu pasien atau orang terdekat untuk mengatasi perubahan pada penampilan.
5) Rujuk pada pelayanan pendukung (konselor, psikiatrik).

Asuhan Keperawatan Kardiomiopati Kongestif (Dilated Cardiomyopathy)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
KARDIOMIOPATI KONGESTIF (DILATED CARDIOMYOPATHY)



A. PENGERTIAN
Kardiomiopati adalah penyakit yang mengenai miokardium seara primer dan bukan sebagai akibat dari hipertensi, kelainan kongenital, katub, koroner, arterial dan perikardial (Lili Imudiarti Rilantono, dkk, 2001, hal 249).
Cardiomiopati kongestif disebut juga dengan nama Dilated Cardiomyopathy (A.H Markum, dkk, hal 615). Bentuk kardiomiopati ini digolongkan berdasarkan patologi, fisiologi dan tanda klinisnya. Penyakit ini ditandai dengan adanya dilatasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan adanya penipisan dinding otot, pembesaran atrium kiri dan stasis darah dalam ventrikel. (Susanne, C Smelzer, 2002, hal 833)

B. ETIOLOGI
Laporan Gugus Tugas WHO/ISFC tentang defisiensi dan klasifikasi kardiomiopati tahun 1980, berdasarkan etiologinya digolongkan menjadi 2 macam yaitu:
1. Tipe primer: terdiri dari penyakit otot yang tidak diketahui penyebabnya.
a. Idiopatik
b. Familial
2. Tipe sekunder : terdiri dari penyakit otot jantung dengan sebab yang diketahui atau berhubungan dengan penyakit yang mengenai sisitem organ lain.
a. Infektif
• Miokarditis virus
• Miokarditis bakteri
• Miokarditis jamur
• Miokarditis protozoa
• Miokarditis metazoa
b. Metabolik
c. Penyakit familial
• Penyakit glikogen
• Mukopolisakaridosis
d. Defisiensi
• Elektrolit
• Nutrisi
e. Kelainan jaringan ikat
• Lupus eritematosis sistemik
• Poliartritis nodusa
• Arthritis reumatoid
• Skleroderma
• Dermatomiositis
f. Infiltrasi dan granuloma
• Amiloidosis
• Sarkoidosis
• Keganasan
• Hematokromatosis
g. Neuromuskular
• Distrofi otot
• Distrofi miotonik
• Ataksia friedriech
• Penyakit refsom
h. Reaksi toksik dan sensitifitas
• Alkohol
• Radiasi
• Obat
i. Penyakit jantung peripartum
• Kehamilan multipara
• Usia lebih 30 tahun
(Lili Imudiarti Rilantono, dkk, 2001, hal 249).

C. PATHWAYS



D. MANIFESTASI KLINIK
• Sesak napas
• Lemah
• Orthopnea
• Dyspnea paroksimal nocturnal
• Edema perifer
• Palpitasi
• Nyeri dada ( yang tidak khas bisa timbul)
• Angina pectoris ( jika penyakit korner menyertainya)
(Lili Imudiarti Rilantono, dkk, 2001, hal 251)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen
• Menunjukkan pembesaran jantung sedang-besar
• Hipertensi vena pulmonalis
2. EKG : menunjukkan kelainan ST-T
3. Ekokardiogram : berkesan dilatasi dan disfungsi ventrikel kiri
4. Radionuklir : menunjukkan dilatasi dan disfungsi ventrikel kiri ( RVG = ; ventrikulogram radionuklid ; TI = thaliun 201)
5. Kateterisasi jantung
• Dilatasi dan disfungsi ventrikel kiri dan kanan
• Curah jantung menurun
6. Angiografi : berkesan ventrikel kiri hipokinetik difus serta dilatasi, sering disertai dengan regurgitasi mitral
7. Biopsi Endomiokard transvenus
• Digunakan pada kondisi seperti infiltrasi miokard oleh amiloid
• Berkesan inflamasi sel bundar miokardium
(Lili Imudiarti Rilantono, dkk, 2001, hal 250-251)

F. PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring (terutama untuk penyebab yang tidak diketahui)
2. Menghindari aktivitas jasmani yang berat
3. Medikamentosa:
• Anti koagulan untuk embolisasi sistemik
• Kardiotonika seperti: amrinaon dan milrinon untuk menambah perbaikan klinik
• Kortikosteroid untuk antiinflamasi
• Antiaritmia untuk aritmia yang serius atau simtomatis.
4. Tranplantasi jantung, harus dipertimbangkan dan dilakukan bila tidak ada kontra indikasi terhadap prosedur tersebut
(Lili Imudiarti Rilantono, dkk, 2001, hal 251)

G. KOMPLIKASI
Gagal jantung

(Susanne, C Smelzer, 2002, hal 835)

H. FOKUS PENGKAJIAN

WAWANCARA
1. Keluhan utama (chief complaint)  alasan datang
2. Keluhan dan keterangan tambahan (present illness)
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat keluarga
5. Riwayat sosio ekonomi

PEMERIKSAAN FISIK

• KU: usia, kesadaran dan keadaan emosi kenyamanan, distress, sikap dan tingkah laku klien.
• Tanda- tanda vital
1. Pernafasan
frekuensi: bradipnea?, takipnea?
Keteraturan: reguler?, irreguler?
(cheyne stoke, asmatik?)
amplitudo
2. Nadi
frekuensi
regularitas
amplitudo: besarnya isi sekuncup
bentuk/ contour
isi (volume)
perabaan arteri keadaan dinding arteri
Pada tingkat lanjut tekanan nadi kecil
3. Tekanan darah
nilai normal bergantung: umur, jenis kelamin
Nilai rata- rata sistolik: 110-140 mmHg
Diastolik: 80-90 mmHg
4. Suhu badan
Metabolisme menurun, suhu menurun

Head to toe examination
1. Kepala
2. Mata: konjungtiva: anemia?
sklera, ikterus?
3. Mulut: tanda infeksi?
4. Kuping
5. Muka; ekspresi, anemia?
6. Leher: KGB? Tekanan vena jugularis externa meningkat
7. Dada: deformitas?gerakan dada?
8. Pemerikasaan perut: asites?perabaan hati dan limpa?
9. Ekstremitas
Lengan- tangan:refleks. Warna dan tekstur kulit, edema, clubbing
bandingkan arteri radialis kiri dan kanan




Pemeriksaan Khusus Jantung
1. Inspeksi
 Mid Sternal line
 Mid clavikular line
 Anterior aksilar line
 Para sternal line
2. Palpasi Jantung
 Pulsasi ventrikel kiri
 Pulsasi ventrikel kanan
 Getar jantung
Didapatkan adanya berbagai tingkat pembesaran jantung.
3. Auskultasi
Biasanya terdengar bunyi jantung ketiga dan keempat . Juga dapat timbul bising diastolik.

Asuhan Keperawatan Pasien Dengue Hemoragic Fever (DHF)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DHF


A. Pengertian
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk AEDES ( AEDES ALBOPICTUS dan AEDES AEGEPTY )

B. Penyebab
Penyebab DHF adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus ) melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dn Aedes Aegepty )

C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :
- Meningkatnya suhu tubuh
- Nyeri pada otot seluruh tubuh
- Suara serak
- Batuk
- Epistaksis
- Disuria
- Nafsu makan menurun
- Muntah
- Ptekie
- Ekimosis
- Perdarahan gusi
- Muntah darah
- Hematuria masih
- Melena

D. Klasifikasi DHF menurut WHO
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uju tourniquet positif )

Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.

Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi )

Derajat IV
Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur

Pemeriksaan Diagnostik
- Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang )
- Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
- Rontgen Thorac = Effusi Pleura

E. Pathways


F. Penatalaksanaan
 Medik
A. DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak 1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak 1th diberikan 5 mg/ kg BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat

B. DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 – 30 ml/ kg BB )
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun
 Keperawatan
1. Pengawasan tanda – tanda Vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intik output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2 liter per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2 pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.

2. Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal

3. Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres



F. Asuhan Keperawatan pada pasien DHF
Pengkajian
- Kaji riwayat Keperawatan
- Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda perdarahan , mual muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hai, nyeri otot dan tanda – tanda renjatan ( denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab, terutama pada ekstremitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran )

Diagnose Keperawatan
1. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler , perdarahan, muntah, dan demam
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan
4. Hiertermi berhubungan dengan proses infeksivirus
5. Perubahan proses proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak

Perencanaan
1. Anak menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan
2. Anak menunjukkan tanda – tanda perfusi jaringan perifer yang adekwat
3. Anak menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal
4. Keluarga menunjukkan kekoping yang adaptif
Implementasi
1. Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan
- Mengobservasi tanda – tanda vital paling sedikit setiap 4 jam
- Monitor tanda – tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis, ubun – ubun cekung, produktie urin menurun
- Mengobservasi dan mencatat intake dan output
- Memberikan hidrasi yang adekwat sesuai dengan kebutuhan tubuh
- Memonitor nilai laboratorium : elektrolit / darah BJ urin , serum tubuh
- Mempertahankan intake dan output yang adekwat
- Memonitor dan mencatat berat badan
- Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
- Mengurangi kehilangan cairan yang tidak telihat ( insesible water loss / IWL )

2. Perfusi jaringan Adekwat
- Mengkaji dan mencatat tanda – tanda Vital ( kualitas dan Frekwensi denyut nadi, tekanan darah , Cappilary Refill )
- Mengkaji dan mencatat sirkulasi pada ektremitas ( suhu , kelembaban dan warna )
- Menilai kemungkinan terjadinya kematian aringan pada ekstremitas seperti dingin , neri , pembengkakan kaki )

3. Kebutuhan nutrisi adekwat
- Ijinka anak memakan makanan yang dapa ditoleransi anak. Rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
- Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
- Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
- Mempertahankan kebersihan mulut pasien
- Menjelaskan pentingnya intake nutirisi yang adekwat untuk penyembuhan penyakit

4. Mempertahankan suhu tubuh normal
- Ukur tanda – tanda vital suhu tubuh
- Ajarkan keluarga dala pengukuran suhu
- Lakukan “ tepid sponge” ( seka ) dengan air biasa
- Tingkatkan intake cairan
- Berikan terapi untuk menurunkan suhu
5. Mensupport koping keluarga Adaptif
- mengkaji perasaan dn persepsi orang tua atau anggota keluarga terhadap situasi yang penuh stress
- Ijinkan orang tua dan keluarga untuk memberikan respon secara panjang lebar dan identifikasi faktor yang paling mencmaskan keluarga
- Identifikasikan koping yang biasa digunakan dn seberapa besar keberhasilannya dalam mengatasi keadaan

G. Pencegahan DHF
Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan cara:
- Rumah selalu terang
- Tidak menggantung pakaian
- Bak / tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya minimal 4 hari sekali
- Kubur barang – barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat terkumpulnya air hujan
- Tutup tempat penampungan air
Perencanaan pemulangan dan PEN KES
- Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
- Jelaskan terapi yang diberikan, dosis efek samping
- Menjelaskan gejala – gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala
- Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan

DAFTAR PUSTAKA
Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis IDAI Edisi I. Editor : Sumarmo, S Purwo Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki Bag IKA FKUI jkt 2002.
Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995
Prinsip – Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 – 267

Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus (NIDDM)

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) NON INSULIN DEPENDENT DIABETES MILLITUS
( NIDDM )


PENGERTIAN
Suatu keadaan dimana terjadi defisiensi insulin dan atau resisten terhadap insulin (insulin resetent), sehingga mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.

Makro-microangiopathi Diabetik
Merupakan komplikasi yang menahun yang mengenai vaskuler.
Macroangiopati : Arteri Coroner
Cerebral dan tungkai
Microangiopati : Mengenai pembuluh darah kecil dan atau kapiler (retinopati, nofropati, microangiopati pada otak, tungkai bawah, dan mikroangiopati vaso nerusom)

Gangren
Suatu keadaan dimana terjadinya invasi kuman saprofit pada jaringan nekrosis (nekrosis koagulasi ) akibat gangguan vaskularisasi sebagai komplikasi dari diabetes militus.

PENYEBAB NIDDM
Penyebab yang pasti belum diketahui, namun ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menyokong terjadinya NIDDM, yaitu :
• Obesitas (kegemukan)
• Kurangnya latihan (exercise)
• Faktor diet
• Determinan genetik paling banyak/ kuat.
• Bahan kimia tertentu.
• Faktor lingkungan.
• Infeksi virus tertentu yang bisa menimbulkan respon imunologis yang ahirnya menimbulkan kerusakan sel beta pankreas
TANDA DAN GEJALA
Gejala yang sering muncul pada DM, yaitu :
• Poliuria (banyak dan sering kencing)
• Polipagia (banyak makan)
• Polidipsi (banyak minum)
kemudian diringi dengan keluhan-keluhan :
• Kelemahan tubuh, lesu, tidak bertenaga.
• Berat badan menurun
• Rasa kesemutan, karena iritasi (perangsangan) pada serabut-serabut saraf
• Kelainan kulit, gatal-gatal, bisul-bisul
• Infeksi saluran kencing
• Kelainan ginjal kalogi: keputihan
• Infeksi yang sukar sembuh
Pada pemeriksaan laboratorium:
• Kadar gula darah meningkat
• Peningkatan plasma proinsulin dan plasma C polipeptida
• Glukosuria

PATHOFISIOLOGI/PATHOGENESA
Pathfisiologi NIDDM
• NIDDM terjadi pada orang dewasa ( > 40 tahun ). Insiden 5 % oleh karena kegemukan dimana keadaan ini menyebabkan resisten/tahanan insulin, menurunkan sensitivitas insulin atau kedua-duanya.

• Penyebab yang pasti belum diketahui, namun keadaan tersebut di atas dapat terjadi pada setiap tahap dalam rangkaian kegiatan insulin yang berkaitan dengan reseptor intra seluler.
• Defisiensi insulin, berkurangnya sekresi insulin yang disebabkan oleh kerusakan pada reseptor glukosa dari sel beta (kegemukan)
• Resisten insulin suatu keadaan dimana tertahannya insulin di dalam tubuh sehingga terjadi hiperinsulinemia mengakibatkan gangguan respon jaringan tubuh terhadap insulin. Secara tidak langsung menurunkan jumlah reseptor insulin.
• Menurunnya regulasi reseptor dan respon terhadap hiperinsulinemia dapat identifikasikan, oleh karena itu insulin resisten pada tahap awal dianggap sebagai mekanisme adaptasi untuk melindungi tubuh dari keadaan hipoglikemia, yang kadang-kadang dapat terjadi pada hiperinsulinemia yang berat.
• Pada keadaan hiperglikemia aktivitas dari Polyol Pathway terjadi berlebihan dan Sorbitol berakumulasi di sel Schwan. Proses ini merusak pelindung myolin menyebabkan Neuropathy Diabatik.
• Pengikatan Glukosa dan protein (glukosylation) pada dasar membran kapiler mengakibatkan penebalan membran sehingga timbulnya “Diabatic Microangiopaty” dapat pula menjadi “Retinopaty” dan “Neuropaty”
• Gangguan vaskularisasi dapat terjadi iskemia dan nekrosis jaringan akhirnya gangren.

Pathofisiologi Gangren
• Pathogenesis dari jaringan diabatik disebabkan oleh kombinasi beberapa sebab yaitu kelainan vaskuler (macro-microangiopati/MM-MD) neopati dan infeksi.

Kelainan Vaskuler
• Kelainan vaskuler perifer yang berpengaruh / berperan terjadinya gangguan diabatik mengenai pembuluh darah besar (macro) dan pembuluh darah kecil (micro), biasanya pada tungkai bawah.
• Faktor yang berpengaruh terjadinya kelainan vaskuler antara antara lain: hiperglikemia, merokok, hipertensi.
• Kelainan vaskuler terjadi gangguan aliran darah yang dapat menyebabkan iskemia jaringan
• Gangguan dapat mengenai pembuluh darah besar, juga pembuluh darah kecil mengakibatkan atrofi kulit sehingga mudah terjadi ulsurasi , infeksi, dan nekrosis jaringan.

Neuropati
Beberapa faktor : Mikroangiopati dan faktor metabolisme berperan untuk terjadinya neuropati, dapat berupa gangguan motorik, sensorik, dan autonom.
1. Syaraf autonom
Gangguan pada pengeluaran keringat sehingga kaki kering dan cenderung untuk mendapatkan infeksi.
2. Syaraf Sensorik
Hilangnya rasa sakit. Adanya trauma yang melebihi ambang rasa sakit tidak menyebabkan adanya reaksi menghindar. Tekanan yang berlebihan terus-menerus akibat tidak adanya rasa sakit menyebabkan ulkus yang dapat meluas.
3. Syaraf Motorik
4. Menyebabkan kelumpuhan pada pembagian otot dan ketidak seimbangan kekuatan beberapa kumpulan otot. Apabila berlangsung lama mengakibatkan deformitas yang dapat menimbulkan tekanan berlebihan sehingga mudah ulserasi, infeksi dan terjadi gangren.

TEST DIAGNOSA
• Test Glukosa darah
• Gula dalam urine
• Glukosa toleran test
• Plasma proinsulin

PENGOBATAN
• Diit rendah kalori
• Exercise untuk meningkatkan jumlah dan fungsi reseptor site
• Insulin diberikan bila dengan oral tidak efektif
• Khusus untuk ganggren :
• Ringan atau lokasi bukan daerah ekstremitas dilakukan nekrotomi luas di OK
• Berat dan lokasinya pada ektremitas pertimbangan amputasi




Skema Etiopatogenesis Diabetes Militus

Faktor lingkungan



Faktor Genetik











Faktor Induksi


Overnutrition
Malnutrition
Obesitas
Strees unknow Zat kimia


Pankreas Langerhans




Hipoplasi Virus


Insulitis


Delayed
Hypersensitivity


Insulitis


Kerusakan
Buta sel





DIABET Lain-lain


Respon imunologik





Regenerasi






Functioning tumor
Skema Patogenesis Gangren Diabetik








Macroangiopati


Penyumbatan pada pembuluh darah besar




















Gangren hebat



Angiopati


Mikroangiopati


Bercak gangren kecil


Perubahan atrofi kulit




Ulserasi




Infeksi DIABETES MILITUS

?


Autonom


Keringat berkurang


Kulit kering merusak timbul fisura














Infeksi



Neuropati


Sensorik


Hip dan anastesi


Trauma yang tak terasa












Ulserasi


Infeksi


Gangren/
Ulserasi Moderat











Perubahan tulang




Deformitas tulang








Motorik




Atrofi otot











Perubahan sikap tubuh



Daerah penekanan baru



DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL:
1. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan gula darah yang tinggi
2. Kurangnya volume cairan dalam tubuh sehubungan dengan out put urin yang meningkat (osmotik deurisis)
3. Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan hipermetabolisme : proses infeksi
4. Resiko tinggi terjadinya gangguan persepsi sehubungan dengan perubahan faktor kimia darah dalam tubuh : ketidak seimbangan glukosa (insulin)
5. Kelelahan sangat (fatique) sehubungan dengan peningkatan energi : Hipermetabolisme, proses infeksi
6. Kurangnya pengetahuan (faktor pencetus, prognosa dan pengobatan penyakit) sehubungan dengan kurangnya informasi
7. Potensial terjadinya integritas kulit sehubungan vaskularisasi jaringan yang tidak adekuat
8. Koping individu yang tidak efektif sehubungan dengan lamanya lamanya perawatan di Rumah Sakit
9. Potensial terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan efek oral hipoglikemik atau insulin terapi

INTERVENSI
Secara umum intervensi diberikan untuk mengatasi atau mengurangi masalah keperawatan klien:
• Tingkatkan pengetahuan klien mengenai :
• Kualitas/kuantitas diit diabet
• Monitoring terhadap diabet
• Tingkatkan perfusi jaringan
• Kurangi berat badan mencapai normal
• Cegah / tindakan perawatan luka ganggren
• Bantu klien / keluarga untuk menggunakan koping yang efektif
• Pertahankan volume cairan seimbang
• Cegah resiko hipoglikemia
• Khusus untuk ganggren:
• Pengobatan secara konservatif:
• Istirahat di tempat tidur
• Pengobatan sistemik
• Pengobatan lokal:
• Debridemant
• Drainage
• Pemberian antibiotik lokal
• Pengobatan secara pembedahan:
• Amputasi kecil
• Amputasi besar

PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Ajarkan pentingnya dan bagian cara menggunakan oral hipoglikemia atau insulin injeksi
2. Ajarkan cara-cara monitoring gula darah dan urine
3. Ajarkan dan jelaskan tentang diit dan latihan
4. Ajarkan tentang personal hygiene:
• Kebersihan mulut dan gigi
• Kebersihan kulit
• Kebersihan rambut dan kuku
5. Jelaskan tentang pentingnya kontrol teratur ke dokter/RS/Puskesmas
6. Ajarkan cara mengatasi strees untuk mencegah komplikasi
7. Berikan informasi yang adekuat mengenai asuhan dan tindakan yang akan dilaksanakan

DAFTAR PUSTAKA :
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987.
Donna D, Marilyn. V, Medical Sugical Nursing, WB Sounders, Philadelpia 1991.
Doenges E Marilynn, F.A Davis Company Philadelphia Edition 3 , 1989

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL
• Potensial terjadinya gangguan volume cairan: kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan diurisis yang sering.
• Gangguan perfusi jaringan perifer sehubungan dengan vaskularisasi yang tidak adekuat
• Gangguan nutrisi: Lebih dari kebutuhan tubuh sehubugan dengan pemasukan nutrisi yang berlebihan .
• Potensial terjadinya integritas kulit sehubungan dengan vaskularisasi yang tidak adekuat.
• Koping individu yang tidak efektif sehubungan dengan perawatan yang lama di rumah sakit.
• Kurang pengetahuan sehubungan dengan kuantitas dan kualitas diit diabetus.
• Kurang pengetahuan sehubungan dengan monitoring diabet.
• Potensial terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan efek oral hipoglikemik atau insulin terapi

KETOASIDOSIS DIABETIK

PENDAHULUAN
Ketoasidosis merupakan keadaan kegawatan medis yang disebabkan karena meningkatnya keasaman tubuh oleh bahan-bahan keton akibat defisiensi insulin, dan memerlukan perawatan di rumah sakit.

PATOFISIOLOGIS
Gejala dan tanda-tanda yang tampak pada ketoasidosis dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketogenesis.
Hiperglikemia menimbulkan diurisis osmotik dengan hipovolemik, renjatan (syok) dan dehidrasi.
Defisiensi insulin merupakan penyebab utama glukoneogenesis, yang kemudian menambah hiperglikemia. Defisiensi insulin yang menyebabkan lipolisis, yang pada mulanya tidak banyak berpengarus. Bersama-sama dengan peningkatan kadar glukosa, kekurangan insulin ini menimbulkan ketogenesis dengan akibat asidosis metabolik. Glukagon, somatotropin, katekolamin, dan kortisol adalah hormon stress yang meningkatkan kadarnya pada keadaan gawat seperti ini.
Data-data baru membuktikan pentingnya peran glukagon dalam produksi benda keton (Mc. Garry, 1976). Defisiensi insulin menyebabkan lipolisis yang selanjutnya akan meningkatkan pengangkutan kadar asam lemak bebas ke hati. Sedangkan peningkatan glukagon akan merangsang karnitin di hati, dan perangsangan ini dapat menyebabkan karnitil asiltransfase bertambah. Enzim ini berperan mengolah asam lemak bebas menjadi benda keton. Perbandingan ratio tertentu kadar insulin : glukagon diperlukan untuk peningkatan ketogenesis ini.

GEJALA KLINIS
Penderita berada dalam kesadaran yang menurun, pernapasan kussmaul (asidosis), renjatan (syok), dan dehidrasi.


Skema patofisiologi ketoasidosis diabetik

Glukagon meningkat
Insulin menurun




Ketoasidosis



Asidosis metabolik Glukoneogenesis

Hiperglikemia

Diuresis osmotik

Hipovolemik

Dehidrasi





PEMERIKSAAN
Keadaan elektrolit pada ketoasidosis

Intra sel Ekstra sel Defisit per kg BB.
air air 100 ml
Na. + Na + 7 mEq
K + K + 5
PO4 - PO4 - 1
Cl- Cl- 5
Mg ++ Mg ++ 0,5



Analisa gas darah dan pH.
Bila fasilitas penetapan kadar gas dan pH darah lengkap (alat astrop).
PENGOBATAN
1. Rehidrasi cepat.
Faktor ini perlu ditangani sejak awal dan dari segi praktis pemberian NaCl 0,9 % memenuhi kebutuhan mengatasi defisit air dan Na+. Keberhasilan tindakan rehidrasi tampak dari tekanan darah dan diurisis menjadi normal. Dehidrasi juga mengurangi osmolaritas darah dan kadar hormon stres, sehingga kadar glukosa darah tampak berkurang pada jam-jam pertama.

2. Insulin (Intravena, perinfus).
Sesudah pemberian bolus insulin intravena yang diberikan, maka insulin intravena selanjutnya diberikan dalam larutan NaCl 0,9 % dalam botol terpisah dengan cairan infus agar kecepatan tetesannya dapat diatur terpisah dengan laju tetesan infus untuk rehidrasi. Jumlah satuan insulin perjam bergantung pada kadar glukosa darah yang diperiksa setiap 1 - 2 jam.

3. Pengendalian faktor pencetus.
• Faktor pencetus yang terpenting alah infeksi (78 % dari kelompok 28 pasien), sehingga pemberian antibiotik spektrum luas segera dilakukan sambil menunggu hasil biakan kuman.

PENATALAKSANAAN
Diagnosis:
• Pemeriksaan gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, astrup, aseton darah.
• Pemeriksaan darah rutin dan urin.
• Cari faktor pencetus, infeksi (biakan darah, urin), infark (EKG)

Prosedur:
• Pasang infus dengan sambungan berbentuk T hingga dapat menampung 2 botol infus sekaligus.
• Central Venous Pressure, kateter urin, sonde lambung.

Pemantauan:
• Gula darah tiap jam (Reflomat), K + dan Na + tiap jam selama 2 jam, selanjutnya tergantung keadaan.
• Astrup: bila pH < ph =" 7,1,"> 28 x permenit
• Elektrolit abnormal
• Keringat banyak
• Urine banyak

Asuhan Keperawatan Pasien Endokarditis

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ENDOKARDITIS


Pengertian
Radang pada lapisan jantung yang paling dalam yang terdiri dari lapisan selaput lendir.
1. Endokarditis Infektif
2. Endokarditis Non Infektif
Ad. 1. Endokarditis Infektif
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada endokardium atau pembuluh darah besar.
Endokarditis Infektif dibedakan berdasarkan gambaran klinisnya :
• Endokarditis bakteial subakut
• Timbul dalam beberapa minggu atau bulan
• Disebabkan oleh bakteri yang lebih ganas seperti Sterptococus viridans
• Endokarditis Bakterial akut
• Timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu
• Dengan tanda – tanda klinik yang lebih berat
• Disebabkan oleh bakteri yang ganas seperti Stafilokokus aureus
Ad. Endokarditis Non Infektif
Disebabkan oleh faktor Trombosis yang disertai dengan vegetasi.
Didapatkan pada penderita stadium akhir dari proses keganasan.
Endokarditis berdasarkan jenis katub jantung yang terkena infeksi dibedakan menjadi 2 :
 Native valve endokarditis yaitu infeksi pada katub jantung alami.
 Prognetic valve endokartis yaitu infeksi pada katub jantung buatan.
 Epidemiologi
Epidemiologi sering terdapat pada penderita dengan kelainan jantung maupun kelainan katub akibat reuma, kelainan bawaan atau prolaps katub mitral, katub jantung bawaan.
Tanpa kelainan jantung sebelumnya maupun penderita dengan ketergantungan obat atau anak dibawah 2 tahun dengan infeksi yang berat.
 Faktor Predisposisi
Kelainan – kelainan yang dapat menjadi predisposisi :
o Kelainan katub jantung, terutama penyakit jantung rematik.
o Katub buatan.
o Katub yang floppy pada sindrom marfan.
o Tindakan bedah gigi atau orotaring yang baru.
o Tindakan pembedahan pada saluran urogenital atau saluran pernafasan.
o Pecandu narkotika.
o Kelainan jantung bawaan PDA, VDS.
o Luka bakar.
o Hemodialisis.
o Penggunaan kateter vena sentral dan pemberian nutrisi parenteral yang lama.
Endokarditis infektif juga terjadi tanpa adanya kelainan katub atau faktor predisposisi terutama pada lansia.
 Gejala Klinis
Gejala timbul kurang lebih 2 minggu setelah masa inkubasi dengan kelainan seperti kelenjar infeksi yang umum antara lain : panas yang tidak terlalu tinggi, sakit kepala, nafsu makan kurang, lemas, berat badan turun.
Timbulnya gejala karena komplikasi seperti gagal jantung, gejala emboli pada organ tubuh yang terkena maupun gejala neurologis.
Sakit dada, sakit perut kiri atas, hematuria, tanda ischemia di ekstremitas.
Endokarditas Infektif Akut :
Tanda – tanda infeksi (panas tinggi menggigil).
Petechiae.
Splinter hemorrhage.
Osler`s nodes.
Emboli  Infark.
 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium  Darah.
 Lekositosis tinggi.
 Anemia normrkromnormositer.
 LED tinggi.
 Ig serum tinggi.
 Uji fraksi gamaglobulin bertambah.
 Total hemolitik komplemen & komplemen C³ dalam serum menurun.
 Kadar bilirubin darah tinggi.
Urine
 Proteinuria .
 Hematuria secara mokroskapis.
2. EKG
Menunjukkan perluasan infeksi ke otot jantung.
3. Ekokardiografiuntuk :
Melihat vegetasi pada kutub aorta.
Melihat dilatasi atau hipertrofi atrium.
Mencari penyakit yang menjadi faktor predisposisi endokarditis.
Penutupan katub mitral.
4. Pemeriksaan rontgen.
Untuk melihat adanya klasifikasi pada katub.
 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria sbb :
1. Septikemia.
2. Kelainan Jantung bawaan.
3. Demam yang lama.
 Komplikasi
1. Gagal jantung.
2. Emboli.
3. Aneurisma nekrotik.
4. Gangguan neurologi.
 Th / : 1. Tirah baring
2. Farma kotepi : Penicillin G.
Penicillin V .
Streptomicin, gentamicin.
3. Pengob suportif.
4. Pembedahan.
5. Diet.
 Pragnosis
Pragnosis jelek bila ditemukan :
1. Payah jantung.
2. Mikrooranisme yang resisten terhadap antio.
3. Pengobatan yang terlambat.
4. Bakterimia.
5. Infeksi yang terjadi sesudah pemasangan katub prostetik.
6. Orang tua tanpa panas dan keadaan umum yang buruk.
 Pengkajian data dasar
Riwayat atau adanya faktor – faktor resiko.
Px fisik berdasarkan pengkajian status kardiovaskuler .
Px diagnostik .
Kaji perasaan ps dan masalah – masalah tentang kondisi distress.
 Dx Keperawatan
Intoleran aktivitas b/d penurunan curah jantung akibat infeksi endokarditis.
Ansietas b/d ancaman terhadap kematian mendadak, kurang pengetahuan tentang kondisinya.
Gangguan pola tidur b/d menggigil (demem), berkeringat sebagai akibat dari infeksi.
Resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah b/d koping yang tidak efektif dalam mengatasi perubahan – perubahan gaya hidup.
 Int ervensi
Dx 1
Rencana tujuan : pasien mampu mendemonstrasikan daya tahan terhadap aktivitas
Rencana tindakan :
Pantau toleransi terhadap aktivitas.
Periksa denyut nadi sebelum dan sesudah aktivitas.
Rencaakan aktivitas yang memungkinkan untuk periode istirahat.
Kurangi aktivitas pasien.
Bantu aktivitas sehari – hari sesuai keperluan .
Anjurkan pasien untuk tirah baring.
Rasionalisasi :
Ketahanan fisik dapat ditingkatkan ketika aktivitas yg dilakukan bertambah.
Intervensi ini sebagai indikasi bahwa pasien mempunyai batas aktivitas max.
Tirah baring mengurangi beban kerja jantung dengan mengurangi energi .yang dibutuhkan tubuh.
Dx 2
Rencana tujuan : Rasa cemas pasien berkurang dengan kriteria ekspresi wajah rileks, ps mengerti tentang kondisinya.
Rencana tindakan :
Jelaskan kepada pasien tentang keadaanya.
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Alihkan perhatian pasien.
Libatkan keluarga dalam keperawatan.
Ciptakan lingkungan yang tenang.
Konsulkan pada dokter jika pasien tetap cemas.
Rasionalisasi :
Kecemasan menimbulkan suatu stres tambahan terhadap keadaan jantung.
Keluarga adalah orang terdekat dari pasien yang mengerti benar tentang keadaan pasien sehingga keluarga mampu memberi dukungan mental kepada pasien.
Dx 3
Rencana Tujuan : Kebutuhan istirahat tidur pasien terpenuhi dengan kriteria pasien tidak menggigil dan keringat berkurang, suhu 36 - 37ยบ C.
Rencana Tindakan :
Observasi suhu tubuh.
Ciptakan lingkungan yang nyaman (tempat tidur, pakaian).
Anjurkan pasien untuk menggunakan selimut tipis.
Lakanakan terapi dari dokter.
Dx 4
Rencana tujuan : Pasien mau melaksanakan perawatannya dirumah dengan kriteria pasien dapat menerima tanggung jawab untuk melakukan perawatan diri sendiri, pasien mau shering dengan petugas kesehatan, tentang perasaan dan masalah-masalah perubahan gaya hidupnya.
Rencana tindakan :
Yakinkan pada pasien untuk segera menghubungi dokter jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Jelaskan pada pasien bahwa perawatan sangat diperlukan .
Anjurkan pasien untuk check up.
Rasionalisasi :
Kesanggupan melakukan pengobatan bertambah setelah pasien memahami keterkaitan antara kondisi kesehatan dan penanganannya.
Dengan check up untuk menghindari kemungkinan terinfeksi kembali.
 Implementasi
Dx 1
Memantau toleransi terhadap aktivitas.
Memeriksa denyut nadi sebelum dan sesudah aktivitas.
Merencanakan aktivitas yang memungkinkan untuk periode istirahat.
Mengurangi aktivitas pasien.
Membantu aktivitas sehari – hari sesuai keperluan.
Menganjurkan pasien untuk tirah baring
Dx 2
Menjelaskan pasien tentang keadaannya.
Membantu kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Mengalihkan perhatian pasien.
Melibatkan keluarga dalam perawatan.
Menciptakan lingkungan yang tenang .
Mengonsulkan kepada dokter jika pasien tetap cemas.
Dx 3
Mengobservasi suhu tubuh setiap 4 jam.
Menciptakan lingkungan yang nyaman.
Menganjurkan pasien untuk menggunakan selimut tipis.
Melaksanakan terapi dokter.
Dx 4
Meyakinkan pasien untuk segera menghubungi dokter jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Menjelaskan kepada pasien bahwa perawatan sangat diperlukan .
Menganjurkan pasien untuk check up setiap 2 bulan setelah pengobatan.

Photobucket